Minggu, 10 Januari 2010

Total Cadangan Migas di Laut Timor Capai 5.081 Juta Barrel

Total Cadangan Migas di Laut Timor Capai 5.081 Juta Barrel

Kapanlagi.com - Total cadangan minyak dan gas bumi (Migas) di Laut Timor, termasuk Celah Timor dan wilayah di sekitar gugusan Pulau Pasir, menurut laporan jaringan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) dari Darwin, Australia Utara, mencapai 5.081 juta barrel.

Total cadangan migas itu, kata Direktur YPTB, Ferdi Tanoni kepada para wartawan di Kupang, Rabu, menyebar di ladang Evans Shoal, Petrel-Tern Blacktip 1.540 juta barrel, Elang-Kakatua, Bayu-Undan, Chudditch-Kuda-Tasi Jahal 1.110 juta barrel.

"Ini termasuk juga dengan 30 juta barrel minyak yang telah dieksplorasi, serta ladang Greater Sunrise 1.920 juta barrel, Laminaria-Corralina-Buffalo-Jabiru 410 juta barrel," katanya.

Tanoni mengemukakan bahwa data-data tersebut diperoleh jaringan YPTB di Darwin, Australia Utara dengan mengutip laporan pihak-pihak terkait seperti perusahaan migas yang beroperasi di Laut Timor pada akhir 2002.

Ia menambahkan, ladang-ladang migas yang ada tersebut telah beroperasi bahkan ada yang beroperasi sejak 1986, jauh sebelum penandatanganan perjanjian kerjasama Celah Timor antara RI-Australia pada 11 Desember 1989.

"Kami yakin, angka-angka tersebut masih akan terus bertambah seiring dengan explorasi migas secara besar-besaran di Laut Timor," tambahnya.

Tanoni yang mengutip sebuah sumber ahli perminyakan di Australia mengatakan bahwa total cadangan migas di Laut Timor (telah beroperasi, red) sesungguhnya jauh lebih besar dari data formal yang dikemukakan berkisar antara 50-75%n.

"Menurut perkiraan ahli perminyakan Australia itu, ladang migas di Laut Timor yang telah beroperasi berkisar antara 8.000-9.000 juta barrel. Dengan melihat pada perkiraan tersebut maka sebagian besar harta kita di Laut Timor telah tersedot keluar," ujarnya.

Dengan mengacu pada data tersebut, jelas Tanoni, paling sedikit setiap hari (sejak 1986, red) rata-rata 250.000 barrel minyak dan gas bumi tersedot keluar dari Laut Timor.

"Bila kita hitung dengan cadangan migas yang ada di Laut Timor maka umur produksi migas di Laut Timor hanya sampai antara 75-100 tahun ke depan dengan kapasitas produksi 250.000 barrel per hari," katanya menjelaskan.

Ia menambahkan, "Bila kita uangkan dengan harga migas dunia saat ini US$ 67 per barrel maka setiap tahun Laut Timor menghasilkan US$ 6,1 milyar atau setiap harinya US$ 16,7 juta".

"Ini sebuah angka yang fantastis. Bila dirupiahkan maka setiap hari Laut Timor memproduksi migas sebesar Rp 172 miliar (berdasarkan perhitungan nilai kurs rupiah 10.300/dolar AS) setiap hari selama 75-100 tahun ke depan," katanya.

Menurut dia, yang menikmati hasil Laut Timor bukanlah rakyat Indonesia yang ada di Timor Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), tetapi Australia dan Timor Timur saja, namun Australia meraup lebih besar hasil migas di Laut Timor karena menguasai 70-80% dari total produksi migas, sedang Timtim hanya mendapatkan 20-30% saja.

"Semuanya ini terjadi karena Australia tidak mau merundingkan kembali batas maritim yang baru dengan Timtim, namun tetap berpegang teguh pada perjanjian Australia-Indonesia yang dinilai lebih menguntungkan," katanya. Berdasarkan data-data tersebut, kata Tanoni, Australia hanya berhak mendapatkan 20-25%, bukan 70-80%, sedang Indonesia memperoleh 40-45% dan Timtim 25-30% dari total produksi migas di Laut Timor.

"Bila saja tim perunding RI dalam membahas garis batas wilayah maritim di Laut Timor dan Arafura dengan Australia pada 1971 dan 1972 berpedoman pada PP No.4/1960 (Perppu No.4/1960) tentang Perairan Indonesia atau lebih populer dengan sebutan Deklarasi Djoeanda 1958 yang diundangkan Presiden Soekarno pada 18 Februari 1960, tidak akan terjadi demikian," katanya.

Deklarasi Djoeanda itu merupakan cikal bakal lahirnya prinsip median line (garis tengah) Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS 1982, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia.

Dalam hubungan dengan itu, YPTB mendesak Jakarta-Canberra-Dili untuk segera merundingkan kembali seluruh batas maritim yang permanen antara ketiga negara di Laut Timor dengan tetap berpegang teguh pada UNCLOS`82 sebagai konsekuensi dari perubahan geopolitik menyusul pisahnya Timtim dari NKRI. (*/erl)

http://www.kapanlagi.com/h/0000085450_print.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar